Jumat, 17 April 2015

MA’RIFATULLAH

بسم الله الرحمن الرحيم

Oleh: Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi

Para 'ulama`: mengatakan, ”Orang-orang yang malang diantara penduduk dunia itu, mereka telah keluar darinya (mati) dalam keadaan belum sempat merasakan sesuatu yang paling nikmat di dalamnya.” Maka ditanyakan kepadanya, ”Apakah itu?’ Dia menjawab, ”Yaitu mengenal Allah ‘azza wa jalla.” (Jami’ al-‘Ulum, hal. 246)

Ma’rifatullah (mengenal Allah) adalah prinsip terpenting bagi setiap insan. Karena tujuan hidupnya tidak akan bisa tercapai apabila dia tidak mengenal Allah dengan benar. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS. Adz Dzariyaat [51] : 56).

Haramnya Musik

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H) mengatakan, “Empat Imam Madzhab berpendapat bahwa semua alat musik adalah haram. Telah ada hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh al-Bukhâri dan Ulama lainnya bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan akan adanya orang-orang dari ummatnya yang menghalalkan zina, sutra, minum khamr, dan alat-alat musik serta mereka akan diubah menjadi kera dan babi. al-Ma’âzif adalah alat-alat musik sebagaimana yang disebutkan oleh para pakar bahasa Arab, bentuk jamak dari ma’zifah, yaitu alat yang dibunyikan. Dan tidak ada perselisihan sedikit pun dari pengikut para imam (tentang haramnya alat musik).”

Jumat, 03 April 2015

Macam-Macam Hati

بسم الله الرحمن الرحيم

Oleh: Abu Ayaz


Hati itu bisa hidup dan bisa mati. Sehubungan dengan itu, hati dapat dikelompokkan menjadi:

[1]. Hati yang sehat
[2]. Hati yang mati
[3]. Hati yang sakit

Hati yang sehat adalah hati yang selamat. Pada hari kiamat nanti, barangsiapa menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa membawanya tidak akan selamat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Adalah hari yang mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat." [Asy-Syu'ara : 88-89]

Selasa, 17 Maret 2015

Kewajiban Hamba dalam Menjalani Agamanya

بسم الله الرحمن الرحيم

Oleh: Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Perkara yang wajib dilakukan oleh setiap hamba di dalam menjalani agamanya yaitu mengikuti apa yang dikatakan oleh Allah ta’ala dan apa yang dikatakan oleh Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam serta ajaran para khalifah yang terbimbing dan mendapatkan hidayah sesudah beliau; yaitu para Sahabat dan para pengikut mereka yang setia. Sebab Allah telah mengutus Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa bukti-bukti dan petunjuk. Allah mewajibkan kepada seluruh manusia untuk beriman kepadanya dan mengikutinya secara lahir maupun batin.” (lihat Fathu Rabbil Bariyyah, hal. 7)

Senin, 16 Maret 2015

Syarat-Syarat Sahnya Shalat

Hendaklah orang yang ingin shalat meniatkan dan menentukan shalat yang hendak ia kerjakan dengan hatinya, misalnya seperti (meniatkan) shalat Zhuhur, ‘Ashar, atau shalat sunnahnya. Tidak disyari’atkan mengucapkannya karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengucapkannya. Jika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri untuk shalat, beliau mengucapan, “Allaahu Akbar,” dan tidak mengucapkan apa pun sebelumnya. Sebelumnya beliau tidak melafazhkan niat sama sekali, dan tidak pula mengucapkan, “Aku shalat untuk Allah, shalat ini, menghadap Kiblat, empat raka’at, sebagai imam atau makmum.” Tidak juga mengucapkan, “Tunai atau qadha'...”

Kedudukan Shalat dalam Islam

بسم الله الرحمن الرحيم

Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi


Shalat wajib ada lima: Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib, ‘Isya', dan Shubuh.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Pada malam Isra' (ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dinaikkan ke langit) diwajibkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat lima puluh waktu. Lalu dikurangi hingga menjadi lima waktu. Kemudian beliau diseru, 'Hai Muhammad, sesungguhnya keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah. Dan sesungguhnya bagimu (pahala) lima ini seperti (pahala) lima puluh'.”[1]

Sabtu, 14 Maret 2015

Waktu-Waktu Shalat

Oleh: Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

بسم الله الرحمن الرحيم

Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah didatangi Jibril Alaihissallam lalu ia berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, “Bangun dan shalatlah!” Maka beliau shalat Zhuhur ketika matahari telah tergelincir. Kemudian Jibril mendatanginya lagi saat ‘Ashar dan berkata, “Bangun dan shalatlah!” Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat ‘Ashar ketika bayangan semua benda sama panjang dengan aslinya. Kemudian Jibril mendatanginya lagi saat Maghrib dan berkata, “Bangun dan shalatlah.” Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Maghrib ketika matahari telah terbenam. Kemudian Jibril mendatanginya saat ‘Isya' dan berkata, “Bangun dan shalatlah!” Lalu beliau shalat ‘Isya' ketika merah senja telah hilang. Kemudian Jibril mendatanginya lagi saat Shubuh dan berkata, “Bangun dan shalatlah!” Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Shubuh ketika muncul fajar, atau Jabir berkata, “Ketika terbit fajar.”

Keesokan harinya Jibril kembali mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam saat Zhuhur dan berkata, “Bangun dan shalatlah!” Lalu beliau shalat Zhuhur ketika bayangan semua benda sama panjang dengan aslinya. Kemudian dia mendatanginya saat ‘Ashar dan berkata, “Bangun dan shalatlah!” Lalu beliau shalat ‘Ashar ketika panjang bayangan semua benda dua kali panjang aslinya. Kemudian dia mendatanginya saat Maghrib pada waktu yang sama dengan kemarin dan tidak berubah. Kemudian dia mendatanginya saat ‘Isya' ketika pertengahan malam telah berlalu -atau Jibril mengatakan, sepertiga malam,- lalu beliau shalat ‘Isya'. Kemudian Jibril mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam saat hari sudah sangat terang dan berkata, “Bangun dan shalatlah!” Lalu beliau shalat Shubuh kemudian berkata, ‘Di antara dua waktu tersebut adalah waktu shalat.’” [1]

Sifat Buruk Manusia: Tidak Mau Menerima Nasehat malah Menyombongkan Diri

Oleh: Ustadz Ahmad Zainuddiin

بسم الله الرحمن الرحيم

Wahai Saudaraku Seiman...

Pernah melihat orang yang dinasehati kemudian malah marah-marah..?!
Pernah melihat orang yang diinginkan kebaikan malah marah-marah...?!
Pernah melihat orang yang ditunjukkan kepadanya jalan yang lurus malah menyombngkan diri dan menentang-nentang memilih jalan yang dimurkai Allah Ta'ala..?!

Allah Ta'ala Berfirman:


وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللَّهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالْإِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ

Artinya: "Dan jika dikatakan kepadanya "Takutlah Kepada Allah", tibullah rasa sombong dengan (melakukan) dosa, maka cukuplah tempat yang paling pantas adalah neraka Jahannam dan sungguh ia seburuk-buruk tempat berdiam." QS. Al Baqarah: 206.

Selasa, 24 Februari 2015

Keutamaan Ilmu

Oleh: Ustadz Abu Muawiyah
بسم الله الرحمن الرحيم


Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ
“Katakanlah: “Apakah sama antara orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?” (QS. Az-Zumar: 9)

Dan Allah berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

Selasa, 10 Februari 2015

Jangan Nodai Ibadah Anda dengan Niat Duniawi!

Oleh: Ustadz 'Abdulloh bin Taslim Al-Buthoni

بسم الله الرحمن الرحيم
Berbicara tentang niat yang ikhlas berarti membahas suatu amalan hati yang paling berat untuk dilakukan seorang manusia, karena besarnya dominasi ambisi nafsu manusia yang sangat bertentangan dengan keikhlasan dalam niat, kecuali bagi orang-orang beriman yang diberi kemudahan oleh Allah  dalam semua kebaikan.
Imam Sahl bin Abdullah at-Tustari berkata: “Tidak ada sesuatupun yang paling berat bagi nafsu manusia melebihi keikhlasan karena pada keikhlasan tidak ada bagian untuk nafsu”[1].
Semakna dengan ucapan di atas, Imam Sufyan bin Sa’id ats-Tsauri berkata: “Tidaklah aku berusaha memperbaiki sesuatu (dalam diriku) yang lebih sulit bagiku daripada (memperbaiki) niatku (supaya ikhlas)”[2].

Jumat, 06 Februari 2015

[Penting] Syahadat Laa Ilaaha Illallah, Makna, Rukun, Syarat dan Kesalahan-kesalahan dalam Penafsirannya

Oleh: Ustadz Abu Abdillah Sofyan Chalid

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Setiap muslim tentu menginginkan untuk masuk ke dalam surga dan selamat dari api neraka, untuk itu marilah kita memperhatikan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berikut ini,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa yang akhir ucapannya (sebelum mati) adalah kalimat Laa ilaaha illallah maka dia akan masuk surga.” [HR. Abu Daud dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, Shahihul Jami’: 11425]
Jelaslah bagi kita bahwa kunci surga adalah kalimat Laa ilaaha illallah. Ibarat sebuah rumah, surga memiliki pintu yang harus dibuka dengan sebuah kunci, itulah kalimat Laa ilaaha illallah. Akan tetapi, kenyataannya tidak semua orang yang memiliki kunci tersebut mampu membuka pintu surga, dikarenakan kunci mereka tidak bergerigi.

Rabu, 04 Februari 2015

MAKNA SYAHADATAIN, RUKUN, SYARAT, KONSEKUENSI, DAN YANG MEMBATALKANNYA

MAKNA SYAHADATAIN, RUKUN, SYARAT, KONSEKUENSI, DAN YANG MEMBATALKANNYA

Oleh
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan


PERTAMA: MAKNA SYAHADATAIN
[A]. Makna Syahadat "Laa ilaaha illallah"
Yaitu beri'tikad dan berikrar bahwasanya tidak ada yang berhak disembah dan menerima ibadah kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala, menta'ati hal terse-but dan mengamalkannya. La ilaaha menafikan hak penyembahan dari selain Allah, siapa pun orangnya. Illallah adalah penetapan hak Allah semata untuk disembah.

Jadi makna kalimat ini secara ijmal (global) adalah, "Tidak ada sesembahan yang hak selain Allah". Khabar "Laa " harus ditaqdirkan "bi haqqi" (yang hak), tidak boleh ditaqdirkan dengan "maujud " (ada). Karena ini menyalahi kenyataan yang ada, sebab tuhan yang disembah selain Allah banyak sekali. Hal itu akan berarti bahwa menyembah tuhan-tuhan tersebut adalah ibadah pula untuk Allah. Ini Tentu kebatilan yang nyata.

Selasa, 03 Februari 2015

Iman kepada Allah

     Ya ikhwah, "iman kepada Allah" adalah perkataan yang sudah tidak asing di telinga kita, bahkan kita telah mendengar dan mengucapkannya sejak kecil. Tetapi sudahkah kita mengetahui dan memahami bahwa iman kepada Allah mencakup empat hal. Empat hal itu adalah:
1. Beriman kepada wujud Allah
2. Beriman kepada rububiyyah Allah
3. Beriman kepada uluhiyyah Allah
4. Beriman kepada nama dan sifat Allah

Terbaru

Tafsir Surah Al-Maun Ayat 5

Quran Surat Al-Ma’un Ayat 5  ٱلَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ  Arab-Latin: Allażīna hum 'an ṣalātihim sāhụn  Terjemah Arti: (yait...

Terbanyak dikunjungi sebulan terakhir