Rabu, 11 November 2020

Tafsir Surah Al-Maun Ayat 5

Quran Surat Al-Ma’un Ayat 5 

ٱلَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ 

Arab-Latin: Allażīna hum 'an ṣalātihim sāhụn 

Terjemah Arti: (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, 

Tafsir Quran Surat Al-Ma’un Ayat 5 

4-5. Maka azab berat bagi orang orang yang shalat yang lalai dari shalat mereka, Yakni tidak menegakkannya sebagaimana mestinya dan tidak menunaikannya pada waktunya. 

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia 


5. Yaitu orang-orang yang lalai melaksanakan salatnya, tidak peduli dengannya hingga habis waktunya. 

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) 


4-5 1 ). Allah menyebut mereka sebagai orang-orang yang shalat, tetapi justru mereka yang merusak sebutan itu dengan kelalaian mereka dalam mendirikan shalat, lalai dengan keepatan waktunya, atau dengan rukun dan syarat-syarat shalat yang tidak disempurnakan, atau shalat yang didirikan tanpa kekhusyu'an didalamya, ayat ini mencakup semua sifat tersebut, maka barangsiapa yang pada dirinya terdapat semua sifat-sifat itu, sungguh dia telah menjatuhkan diri kedalam kebinasaan dengan kemunafikan yang sempurna. 2 ). Ketahuilah wahai hamba semoga Allah membimbingmu kepada ketaatan, sesungguhnya tujuan utama dari perintah shalat adalah keridhoan hati seorang hamba kepada Allah dalam shalatnya, maka jika seseorang mendidikan shalat tanpa menghadirkan hatinya bagaikan tubuh tanpa ruh, hal ini di isyaratkan oleh firman Allah dalam surah ini : { فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ , الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ } . Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia 5. Mereka adalah orang-orang yang lupa melaksanakan shalat pada waktunya dengan khusyu’ dan fokus. Mereka tidak mengharapkan pahala shalat dan tidak takut dengan hukuman karena meninggalkannya 

Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah 


4-7. Kemudian Allah mengabarkan celakanya dan adzab bagi orang yang shalat, yang mengabaikan waktunya, dan yang tidak mengerjakannya untuk mencari wajah Allah, dan yang secara dzahir mereka beramal dengan amalan shalih karena ingin dipuji manusia, dan mereka yang menghalangi apa yang tidak menjadi kebiasaan untuk dilarang, seperti melarang menggunakan bejana-bejana dan selainnya dari apa yang tidak membahayakan ketika digunakan. Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin pada pelajaran yang sama (di masjidil Haram) : Kita bersyukur Allah tidak mengatakan : Celaka bagi orang yang shalat, yaitu mereka yang في (di dalam( shalatnya lalai; Sebab tidak akan selamat seorangpun dari kelalaian dalam shalatnya, bahkan Nabi juga telah lalai dalam shalatnya lebih dari empat kali. Kemudian Allah berfirman : Pertama, فَوَيْلٌۭ لِّلْمُصَلِّينَ. Kedua ٱلَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ, karena para ulama berselisih akan hal itu, yang aku (Syaikh Ibnu Utsaimin) maksud adalah dalam memisah dan berhentinya (bacaan), dan jika yang mendengarkan, mendengar berhenti setelah ayat فَوَيْلٌۭ لِّلْمُصَلِّينَ, akan terkejut (keheranan) dan bertanya kenapa demikian ? Dan didatangkan jawaban pada ayat yang setelahnya. Adapun barangsiapa yang tidak shalat, maka tidak ada kecelakaan baginya; Akan tetapi kafir dan kekal dalam neraka. 

An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi 


4-5. “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,” yaitu orang-orang yang konsisten menegakkan shalat, tapi mereka adalah “orang –orang yang lalai dari shalatnya,” yaitu menyia-nyiakannya, tidak shalat hingga waktunya berlalu dan tidak memenuhi rukun-rukunnya. Hal itu disebabkan mereka tidak mengindahkan titah Allah, karena mereka menyiakan-nyiakan shalat yang merupakan ketaatan paling utama. Melalaikan shalat membuat pelakunya berhak mendapatkan celaan dan hinaan. Lain halnya dengan lupa pada pada saat shalat, karena siapa saja bisa lupa, termasuk Nabi sendiri. 

Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H


Dia masuk kedalam jamaah shalat akan tetapi tidak mengetahui apa yang ia baca, dan tidak juga sadar apa yang sedang ia lakukan, karena dia tengah sibuk dengan dunianya sehingga tidak menghadirkan hatinya dalam shalat. Dan juga hatinya tidak khusyuk dalam melaksanakan shalat, Allah berfirman : { قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ , الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ } ( Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman , (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya ) [ Al-Mukminun : 1-2 ] , dan ruhnya shalat adalah kekhusyukan dan ketenangan dalam melaksanakannya, maka orang-orang yang tidak menghadirkan kekhusyukan dalam shalatnya mereka adalah orang yang lalai . Diantara mereka juga tidak menyempurnakan rukun-rukun shalat yang ia lakukan, dan syarat-syarat serta kewajiban yang ada dalam pelaksanaan shalt itu sendiri, maka lalai dalam melaksanakan shalah banyak macamnya semua yang disebutkan masuk dalam kategori lalai dalam shalat, 

Tafsir Juz 'Amma / Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, anggota Lajnah Daaimah (Komite Fatwa Majelis Ulama KSA) 


4-5. Kemudian Allah 'Azza Wa Jalla berfirman: فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ " Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat," Wail: Ini adalah kata untuk mengancam, kata ini sering terulang dalam al-Quran. Makna ayat ini adalah, ancaman berat atas mereka الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ "(yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya," Mereka melakukan shalat bersama orang-orang atau sendiri-sendiri akan tetapi mereka الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ "(yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya," Maknanya: Mereka terlalaikan darinya, tidak melaksanakannya sebagaimana mestinya, mereka menunda-nundanya dari waktu terbaiknya, tidak menyempurnakan ruku'nya, sujudnya, berdirinya, dan duduknya, mereka tidak membaca apa-apa yang wajib dibaca baik itu bacaan dzikir atau pun al-Quran. Apabila dia memasuki shalatnya ia lalai. Hatinya berjalan-jalan ke kanan dan ke kiri, ia lalai dari shalatnya, ini tercela, yang lalai dari shalatnya dan meremehkannya tidak diragukan bahwa ini tercela, sedangkan yang luput dalam shalat maka tidak dicela. Perbedaan antara melalaikan dan luput adalah bahwa yang luput adalah orang lupa sebagian shalat, lupa jumlah raka'at, lupa terhadap sebagian kewajiban-kewajiban shalat atau yang sebagainya. Oleh karena pernah terjadi keluputan pada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, padahal beliau adalah orang yang paling sergap dalam shalatnya, bahkan Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ " Dan telah dijadikan penyejuk pandangan mataku (ada) di dalam shalat"(1) walau demikian beliau lupa dalam shalatnya, karena luput dalam sesuatu artinya adalah lupa sesuatu yang tidak dicela. Sedangkan yang lalai dari shalatnya maka dia adalah yang menyengaja meremehkan dalam shalatnya, dan termasuk kelalaian dalam sholat adalah orang-orang yang meninggalka sholat jama'ah, mereka ini tidak diragukan lagi adalah orang-orang yang lalai, mereka masuk dalam ancaman ini. (1) Dikeluarkan An-Nasaaiy (3939) dari hadits Anas Bin Malik radhiyallaahu 'anhu dan dinyatakan shahih oleh al-Albaniy dalam shahih al-Jaami' (3214) Tafsir Juz 'Amma / Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, ulama besar abad 14 H Yaitu orang-orang yang menunda shalat hingga lewat waktunya atau menyia-nyiakannya. Atau orang-orang yang tidak mengerjakan rukun-rukun shalat dalam shalatnya. Hal ini tidak lain karena kurang perhatiannnya mereka terhadap perkara shalat sehingga sampai meremehkannya dan menyia-nyiakanya, padahal shalat merupakan ketaatan yang paling agung dan ibadah yang paling utama. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyifati mereka dengan sifat riya’, kerasnya hati dan tidak punya rasa kasihan. 

Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I 


4-5. Maka binasa dan celakalah orang yang salat yang memiliki sifat-sifat tercela berikut. Yaitu orang-orang yang lalai terhadap salatnya, di antaranya dengan tidak memenuhi ketentuannya, mengerjakannya di luar waktunya, bermalas-malasan, dan lalai akan tujuan pelaksanaanya. 6. Tidak hanya itu, mereka jugalah orang-orang yang berbuat ria, baik dalam salatnya maupun semua perbuatan baiknya. Dia beramal tanpa rasa ikhlas, melainkan demi mendapat pujian dan penilaian baik dari orang lain. 


Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI 

***

Sumber: https://tafsirweb.com/13060-quran-surat-al-maun-ayat-5.html

Selasa, 10 November 2020

Hukum Menunda Shalat bagi Wanita

Kita telah ketahui bahwa wanita tidak wajib untuk shalat di masjid, bahkan lebih utama bagi mereka untuk shalat di rumah. Lalu dengan demikian apakah boleh bagi mereka untuk menunda shalat sehingga tidak di awal waktu?

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Soal:

Apakah hukum menunda shalat bagi seorang wanita sehingga tidak dikerjakan di awal waktu melainkan di akhir-akhir waktu shalat? Jika di akhir waktu tersebut datang haid (sebelum shalat) apakah harus di-qadha shalatnya?

Jawab:

Banyak dalil yang menganjurkan untuk shalat di awal waktu, dan ini adalah amalan yang paling utama. Karena hal itu termasuk bersegera dalam kebaikan. Masuk dalam firman Allah Ta’ala:

أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya” (QS. Al Mu’minun: 61)

dan juga firman-Nya:

وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ

dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan” (QS. Fathir: 35)

kecuali shalat Isya, karena shalat Isya itu lebih afdhal ditunda jika memang mudah melakukannya, demikian juga lebih afdhal menunda shalat zhuhur ketika hari sedang panas-panasnya.

Maka hendaknya para wanita menyegerakan shalat, lebih lagi jika ia khawatir akan datang haid. Adapun jika waktu shalat sudah datang dalam keadaan ia suci (belum haid), kemudian datang haid sebelum sempat shalat maka shalat tersebut masih menjadi bebannya sampai ia suci.

Misalnya ketika matahari sudah mulai bergerak dari posisi tegak lurus, yaitu sudah masuk waktu zhuhur, jika ia haid sebelum sempat shalat maka ia wajib meng-qadha-nya ketika sudah suci. Demikian juga jika matahari terbenam dan ia hadi sebelum sempat shalat maghrib, maka beban untuk shalat maghrib masih ada dan ia wajib meng-qadha setelah suci dari haid.

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/4897

 

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz

Soal:

Beri kami pengarahan mengenai wanita yang sudah menikah dengan seorang lelaki yang hidup di tengah keluarga yang besar. Wanita tersebut biasa menunda shalat zhuhur hingga pukul 14.30. Ketika wanita tersebut dinasehati, ia beralasan bahwa jika ia telat menyediakan makan siang, ian akan mendapat teguran keras dari keluarga suaminya, walaupun telatnya itu karena shalat. Beri kami pengarahan wahai syaikh dan berikan keluarga tersebut pengarahan.

Jawab:

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله وصلى الله وسلم على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن اهتدى بهداه أما بعد

Menunda shalat hingga akhir waktunya tidak mengapa, namun ini melewatkan hal yang lebih utama. Karena mengerjakan shalat di awal waktunya (bagi wanita, pent.) itu afdhal dan lebih besar pahalanya. Namun jika ada kebutuhan untuk menundanya maka tidak mengapa dengan syarat ia tetap shalat pada waktunya. Yaitu ia hendaknya berusaha untuk shalat pada waktu zhuhur sebelum datang waktu ashar.

Demikian pada setiap shalat, wajib dikerjakan pada waktunya. Namun jika dikerjakan pada awal waktu itu lebih afdhal. Dan pada pertengahan waktu, itu lebih afdhal daripada di akhir waktu. Tapi jika ada kebutuhan untuk menundanya maka tidak mengapa. Semisal ia kesulitan untuk mengerjakan shalat pada awal waktu agar keluarganya tidak mengatakan yang tidak-tidak padanya, maka ini tidak mengapa baginya menunda.

Namun selayaknya keluarganya tersebut menyemangati wanita ini untuk shalat pada awal waktu dan semestinya mereka bersyukur wanita tersebut memiliki perhatian terhadap shalat. Shalat itu butuh waktu sebentar saja, walhamdulillah, tidak beratDan disyari’atkan untuk semua orang untuk memiliki perhatian serius untuk menunaikan shalat di awal waktu dan saling tolong-menolong untuk hal itu. Jadi hendaknya keluarganya tadi menolong wanita tersebut untuk dapat shalat di awal waktu. Namun jika ditunda shalatnya hingga akhir waktu, tidak masalah. Selama tetap benar-benar memperhatikan agar tidak keluar dari waktunya, ia tetap berusaha untuk shalat pada waktunya.

Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/14556

Penerjemah: Yulian Purnama

Artikel Muslimah.Or.Id

***
Sumber: https://muslimah.or.id/5197-hukum-menunda-shalat-bagi-wanita.html

Senin, 11 Maret 2019

NASEHAT BAGI YANG TAKUT MENIKAH

Pertanyaan:

بسم اللّه الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمةالله وبركاته
Ustadz, saya ingin meminta nasihat dari ustadz.
Teman saya, seorang akhwat, dia tidak ingin menikah karena takut gagal rumah tangganya seperti kakak dan orangtuanya.
Bagaimana hukumnya?
Syukran wa jazakallahu khairan.

Rabu, 06 Maret 2019

Godaan Setan Saat Sekarat

Pertanyaan

Apakah benar setan hadir saat seseorang sedang sekarat sehingga seseorang dapat mati dalam keadaan kafir padahal sepanjang hidupnya dia melakukan amal ahli surga?

Minggu, 10 Februari 2019

Manusia Berhak atas Nikmat Allah

ditulis oleh: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah)

Ketika kita mendapatkan sebuah hasil yang baik, kadang terlintas dalam benak kita bahwa itu memang sudah semestinya dan adalah hak kita mendapatkannya karena kita telah membuat perencanaan, pengorganisasian, lalu bekerja keras melakukannya. Benarkah seperti itu?

Minggu, 13 Januari 2019

DOSA DURHAKA KEPADA ORANG TUA

Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

Sesungguhnya jasa kedua orang tua terhadap anaknya sangat besar. Fakta ini tidak bisa diingkari oleh siapapun juga. Seorang ibu telah mengandung anaknya dalam keadaan lemah dan susah. Dia menyabung nyawa untuk melahirkan anaknya. Kemudian memelihara dan menyusui dengan penuh kelelahan dan perjuangan selama dua tahun.

Allâh Azza wa Jalla memberitakan sebagian jasa tersebut dalam firman-Nya :

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. [al-Ahqâf/46:15].

Kamis, 10 Januari 2019

Belajar Bersabar Bersama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Ada beberapa hal yang bisa membantu seorang hamba untuk bersabar (dalam menghadapi gangguan manusia) ini.

Terbaru

Tafsir Surah Al-Maun Ayat 5

Quran Surat Al-Ma’un Ayat 5  ٱلَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ  Arab-Latin: Allażīna hum 'an ṣalātihim sāhụn  Terjemah Arti: (yait...

Terbanyak dikunjungi sebulan terakhir